Wednesday, November 28, 2018

Festival Pahlawan Sekolah

Bu Ratna, guru Bahasa Indonesia SD Negeri Rungkut Kidul, Kota Surabaya, memberi tugas pada siswa kelas 5. Dalam rangka memperingati hari pahlawan, pekan depan sekolah akan mengadakan festival pahlawan. Setiap siswa diminta menceritakan sosok pahlawan yang dipilih di acara tersebut. Syaratnya, tokoh pahlawan ini tidak boleh sama satu sama lain. Para siswa diminta mendaftarkan tokoh pahlawan yang dipilih ke Bu Ratna paling lambat satu hari sebelum acara. Jika sudah ada yang duluan mendaftarkan pahlawan yang sama, siswa tersebut akan diminta mencari pahlawan yang lain.

Para siswa berebut. Masing-masing ingin tokoh pahlawan pilihannya belum diambil orang lain.

“Aku tadi mendaftarkan Presiden Soekarno, kata Bu Ratna sudah ada yang ambil.”

“Aku juga kemarin mendaftarkan nama Bung Tomo. Ternyata sudah ada yang ambil,” ujar Pandu kecewa. Ia sangat berharap bisa menceritakan tentang Bung Tomo, pahlawan yang memimpin pertempuran di kota tempat tinggal mereka.

“Jangankan pahlawan nasional. Aku daftarkan tokoh ibu sebagai pahlawan saja sudah keduluan,” kata Heru.

Ketiga anak itu pulang dengan kecewa.

***

“Anak-anak, ada sepuluh orang lagi yang belum menyetorkan tokoh pahlawan ke Ibu. Tidak perlu berkecil hati, bukalah mata lebar-lebar dan pedulilah pada apapun yang ada di sekitar kalian. Kelak kalian akan menemukan tokoh pahlawan yang ada di kehidupan kalian,” pesan Bu Ratna.

Pandu berpikir keras sepulang sekolah. Dua hari menjelang batas akhir pendaftaran nama tokoh pahlawan dan ia belum punya nama untuk disetorkan. Pandu duduk di kursi taman sekolah dan melihat suasana sekolah yang lengang. Terlihat Pak Maman sedang mengumpulkan sampah dari kelas ke kelas untuk dibuang pada tempat sampah besar di belakang sekolah.

Aha!

Pandu segera berdiri dari tempat duduknya. Ia menghampiri Pak Maman dan menawarkan bantuan. Sambil membantu, ia mengobrol dengan Pak Maman. Pandu jadi tahu tentang asal, keluarga, dan kehidupan Pak Maman.

Hari Festival Pahlawan Sekolah pun tiba. Acara ini disaksikan oleh para guru, staf, siswa, serta orang tua siswa.

Pandu maju dengan pecaya diri.

“Tokoh pahlawan yang saya pilih ada di dekat kita semua. Beliaulah Pak Maman. Bapak yang senantiasa menjaga kebersihan dan kenyamanan sekolah kita. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa Pak Maman pergi jauh dari kampungnya di Banyuwangi untuk mencari nafkah bagi keluarganya serta untuk biaya pengobatan ibunya yang sakit kanker....” Pandu menceritakan kisah Pak Maman.

Tak disangka, selesai bercerita kepala sekolah maju dan mengumumkan bahwa sekolah akan membantu Pak Maman dengan mengumpulkan sumbangan dari siswa, orang tua, dan guru.

Pak Maman yang juga menyaksikan Festival Pahlawan Sekolah menangis terharu.

Bu Ratna merangkul Pandu, “Nak, hari ini bukan hanya kami yang menyadari bahwa Pak Maman adalah pahlawan kita semua. Kamu juga sudah menjadi pahlawan bagi Pak Maman.”

Wednesday, November 21, 2018

Kayra Suka Mencuci Piring

Kayra meletakkan gelas susu yang baru saja habis diminumnya. Anak perempuan berusia tujuh tahun itu langsung mengambil boneka kesayangannya dan kembali bermain.
“Kayra, gelas kotornya tolong taruh di wastafel ya Nak,” kata Ibu.
“Nanti ya Bu,” ucap Kayra enggan.
“Ayo Nak, sebentar saja bantu Ibu sedikit. Kayra memudahkan Ibu mencuci piring dan gelas kotor nantinya,” bujuk Ibu.

Kayra kembali menggeleng. Ibu berbicara lagi dengan ekspresinya meminta Kayra meletakkan gelas kotornya ke wastafel di dapur. Akhirnya Kayra berdiri malas-malasan dan beranjak ke dapur. Ia membawa serta gelas yang tadi dipakainya minum susu. Kemudian ia kembali ke ruang tengah dengan wajah tertekuk. Lalu bermain kembali.

Sudah sepekan ini ibu membiasakan Kayra untuk meletakkan piring dan gelas kotornya ke dapur. Lebih banyak tidak berhasilnya. Kayra sudah terlanjur asyik duluan bermain ke luar bersama teman-temannya atau bersama mainannya di rumah. Tapi ibu tidak menyerah. Hingga dua pekan berjalan dan akirnya Kayra akan reflek meletakkan piring dan gelas kotornya ke wastafel usai makan dan minum susu.

Tapi ternyata Ibu tidak menyerah sampai di situ.
“Kayra, coba bantu Ibu cuci piring yuk!” ajak Ibu.
“Kayra mau main ya Bu. Kan Kayra sudah taruh di wastafel,” jawab Kayra.
Atau pada saat yang lainnya....
“Kayra, coba yuk cuci piring Kayra setelah makan,” ajak Ibu lepas makan malam.
“Besok-besok saja ya Bu, Kayra banyak PR nih...”

Kayra selalu punya alasan untuk tidak mencuci piring. Ia pikir, meletakkannya d wasstafel saja sudah cukup membantu.

Suatu siang, Kayra pulang dari sekolah dan mendapati rumah yang kosong. Ia menemukan sebuah pesan di atas meja makan.

Kayra, adik panas tinggi. Ibu ke rumah sakit. Kamu makan dulu ya. Nanti bisa susul Ibu bersama Ayah kalau Ayah sudah pulang kerja. Ayah akan pulang cepat hari ini.

Kayra menghela nafas. Adiknya memang sering sakit akhir-akhir ini. Kayra beranjak ke dapur hendak mengambil piring. Alangkah terkejutnya ia melihat piring kesayangannya masih ada di tumpukan piring kotor di wastafel. Kayra melihat rak piring dan di sana tinggal satu piring beling tersisa. Kayra berpikir, ia khawatir piringnya akan pecah jika tidak hati-hati ketika makan dengan piring beling. Tapi ia malas mencuci piring plastik kesayangannya yang ia pakai saat sarapan tadi.

Akhirnya ia makan dengan piring beling. Kayra mengambil nasi dan lauk dan menaruhnya di piring penuh kehati-hatian. Kayra makan pelan-pelan, takut jika sendok garpunya terlalu keras membentur piring beling yang ia pakai.

Kayra selesai makan. Ia segera menaruh piring kotornya ke wastafel dapur seperti biasa. Cucian piring menumpuk. Kayra iba melihatnya. Kayra jadi tergerak untuk mencoba mencuci piring plastik kesayanganannya yang ia gunakan tadi pagi. Ia belum berani kalau mencuci piring beling. Kayra khawatir licinnya sabun membuatnya menjatuhkan piring beling tanpa sengaja.