Monday, December 24, 2018

Ke Mana Heni Pergi?


Atri melirik Heni heran. Beberapa hari terakhir Heni buru-buru pergi ke luar kelas usai bel istirahat berbunyi. Tidak ada yang tahu ke mana Heni pergi. Heni tidak ditemukan di manapun sepanjang jam istirahat. Tidak di kantin, tidak di perpustakaan, tidak di toilet, juga tidak di ruang UKS sekolah.
“Heni sekarang jadi jarang main sama kita, ya. Kalau jam istirahat dia pergi enggak tahu ke mana,” keluh Atri pada Risa.
“Iya. Baru saja aku mau tanya ke kamu,” jawab Risa.
“Kenapa ya...?”
“Kamu sudah tanya Heni?”
“Bagaimana bisa tanya. Dia langsung pergi waktu bel istirahat dan masuk ketika bel berbunyi. Saat bel pulang juga dia buru-buru. Kamu tahu sendiri kan kalau mengobrol di jam pelajaran akan ditegur,” keluh Atri.
“Coba nanti kita tahan dulu sepulang sekolah, yuk!” ajak Risa.
***
Bel pulang sekolah berdentang.
Heni cepat memasukkan buku pelajaran dan alat tulisnya. Atri dan Risa saling lirik. Mereka segera mendekati Heni yang baru saja berdiri sembari mencangklongkan tasnya.
“Heni mau ke mana, kok buru-buru sekali?” tanya Risa.
“Hmm, aku mau pergi ke toko hari ini,” jawab  Heni.
“Wah, apa kami boleh ikut?” tanya Atri antusias.
“Aku akan pergi dengan kakakku naik motor. Kalau bertiga nanti tidak muat,” kata Heni lagi.
“Oh, begitu ya.... Baiklah,” ucap Atri kecewa.
“Heni kalau jam istirahat sekarang ke mana sih? Kami ingin main bersama seperti biasanya tapi kamu akhir-akhir ini cepat sekali ke luar kelas begitu bel istirahat berbunyi,” tanya Risa.
“Iya, aku tidak menemukanmu di mana-mana. Di kantin, di perpustakaan, di toilet, tidak ada di manapun. Kamu ke mana kalau jam istriahat? Bolehkah kami tahu?” Atri memperkuat kalimat Risa sebelumnya.

Thursday, December 6, 2018

Karpet Ajaib Bimbali

Bimbali adalah anak pemilik pengusaha terkenal di Kota Murbua. Kedua orang tua Bimbali sangat murah hati dan suka menolong. Mereka suka membantu siapapun yang membutuhkan. Kedua orang tua Bimbali berprinsip bahwa kebaikan dan kasih sayang pada sesama yang menjaga usaha mereka dalam mendapatkan keuntungan.

Sayangnya, Bimbali yang sejak kecil sudah hidup berkecukupan menjadi malas-malasan. Ia selama ini hanya mengandalkan apa yang sudah dimiliki orang tuanya. Orang tuanya pun kebingungan bagaimana caranya agar Bimbali mau berusaha dan bekerja keras.

Dalam kondisi yang serba enak, tiba-tiba Bimbali mendapat berita duka. Kedua orang tuanya mengalami kecelakaan tunggal yang membuatnya yatim piatu. Bimbali sangat sedih. Belum ada keahlian yang ia pelajari dari kedua orang tuanya.

Sepulang dari pemakaman, Pamannya menghampiri Bimbali dan memberikan surat wasiat.

Anakku, ada sebuah karpet dan sekantung kecil emas yang Ayah simpan di tumpukan paling bawah lemari pakaian Ayah. Kalau kau bisa menemukan kebajikan setelahnya, Ayah yakin kamu mampu mengelola usaha Ayah jika Ayah telah tiada. Jika tidak, Ayah tahu siapa yang lebih berhak mengelolanya.

Bimbali sangat sedih atas kematian kedua orang tuanya. Selain sedih, ia juga cemas dengan kelanjutan hidupnya karena ia tahu dirinya belum menguasai ilmu perdagangan. Bimbali tidak pernah tahu di mana ayahnya menyimpan harta kekayaannya. Cepat ia pulang ke rumah dan membuka lemari pakaian ayahnya. Di sana, ia menemukan karpet biru kecil beserta sekantung logam emas yang jumlahnya tidak terlalu banyak.

Bimbali menggelar karpet kecil itu dan duduk di atasnya. Tanpa sadar, Bimbali menangis kembali sampai tertidur. Ia tidak tahu bahwa karpet yang dipakainya adalah karpet ajaib.
Bimbali terjaga dari tidurnya dan menyadari bahwa ia kini ada di tempat lain. Ia berada di rumah seorang pengusaha dari negeri tetangga. Ia bisa melihat keadaan sekitar namun ternyata orang lain tidak bisa melihat dirinya.

“Pak, apakah kamu sudah mendengar berita meninggalnya pasangan suami istri Reginson dari Kota Murbua?” sang istri bertanya pada suaminya si pengusaha.

“Iya. Aku turut berduka atas kejadian itu. Usaha mereka sepertinya belum menemukan penerusnya. Aku harap putra mereka bisa melanjutkan usaha kedua orang tuanya. Bukan hanya soal bisnisnya, tapi juga meneruskan kebaikan-kebaikan yang mereka itu perbuat pada banyak orang.”

Bimbali tertegun. Pasangan suami istri ini pastilah mitra bisnis ayah ibunya. Tapi apa yang mereka katakan barusan, meneruskan usaha, bukan hanya bisnisnya, tapi juga meneruskan kebaikannya....
Bimbali memejamkan matanya, kali ini, karpet biru ajaib warisan kedua orang tuanya membawanya ke lain tempat lagi.

Bimbali kini ada di rumah Paman Revi. Ia adalah seorang petugas kebersihan di salah satu kantor ayahnya. Bimbali mengenali Paman Revi sedari kecil. Waktu itu Bimbali sering ikut ayahnya ke kantor dan cukup sering bermain bersama Paman Revi. Bimbali juga pernah menjenguk Paman Revi waktu ia sakit. Setahu Bimbali, Paman Revi sudah meninggal beberapa tahun lalu.

Bimbali melihat banyak orang berkumpul di salah satu ruangan. Bimbali penasaran. Ia segera ke sana. terlihat Paman Revi terbaring sakit dikelilingi anak cucunya.

“Anak-anakku, Bapak ingin bercerita sedikit,” katanya.

“Ada satu cerita yang belum Bapak bagikan pada kalian. Tapi Bapak ingin kalian tahu bahwa ada satu keluarga yang selalu baik pada kelarga kita. Ah, bahkan bukan hanya pada Bapak, tapi juga karyawan kantor lainnya.”

“Bapak ingin mewarisi kebaikan beliau. Kalian tahu, kebaikan yang Bapak terima bermakna besar bagi kehidupan keluarga kita. Bapak dibantu biaya pengobatan, biaya sekolah anak-anak, biaya perbaikan rumah saat musim dingin. Kalaulah umur Bapak tidak cukup panjang untuk meneruskan kebaikannya, Bapak harap kalian bisa menjadi penerus kebaikan itu.

Bimbali tertegun. Ia melihat kalender di dinding dan ternyata memang waktu seolah berjalan mundur pada waktu Paman Revi sakit keras sampai akhirnya meninggal.

Bimbali kembali terlempar ke tempat lainnya. Kali ini sebuah perkampungan kumuh.

Bimbali berjalan menyusuri jalan setapak yang tergenang sisa air hujan. Terdengar suara tangis anak kecil dari salah satu rumah. Bimbali mengabaikannya. Ia terus melaju mengikuti kata hatinya. Bimbali sampai pada sebuah pasar malam sekaligus pertunjukan karnaval sirkus luar negeri yang menarik dan cukup dinikmati. Ia pikir, uang emasnya lebih dari cukup untuk hidup beberapa hari ke depan jika hanya dikeluarkan untuk membeli tiket sirkus. Bimbali mengantri untuk membeli tiket.

Hatinya tidak tenang.

Bimbali terngiang tangisan yang tadi ia dengar.

Bimbali memutuskan keluar dari baris antrian. Ia mencari rumah mana yang tadi terdengar suara tangisan. Pikiran ini ternyata cukup mengganggunya.

Bimbali menemukan rumah yang ia maksud. Tangis anak itu perlahan mengecil. Namun ia dengar senandung pilu yang dinyanyikan sang ibu untuk menidurkan anaknya.”Tidur anakku sayang, semoga esok kita bisa makan....”

Bimbali iba. Ia melihat kantong uang dalam genggamannya. Ia tidak tahu berapa keping emas yang ada di kantongnya. Namun ia juga ragu, ia tidak tahu sampai kapan ia bisa hidup tanpa bekerja.

Bimbali memejamkan mata, ia mengingat perjalanan yang baru saja dilaluinya.
Ia ingat kata-kata meneruskan kebaikan. Ia ingat ayah dan ibunya yang membantu kehidupan Paman Revi.

Mata Bimbali berkaca-kaca. Ia membulatkan tekad, menghapus keraguan dalam hatinya. Ah, kupikir setidaknya masih ada persediaan makanan untuk beberapa hari ke depan. Aku bisa minta diajarkan bagaimana melanjutkan usaha ayah dan ibu atau mencari pekerjaan lain.

Tok tok!

Seorang perempuan membuka pintu. Anaknya yang baru saja tidur masih dalam gendongannya.

“Bu, aku ada sedikit untuk Ibu dan keluarga. Dibelikan untuk makanan yang sehat dan bergizi ya Bu. Agar anak Ibu tubuh sehat dan kuat.”

Si Ibu menatap Bimbali tak percaya. Matanya berkaca-kaca.

Sedetik kemudian, Bimbali sudah ada di rumahnya lagi.

Di atas karpetnya ada sebuah surat,

Nak, Ayah yakin Kamu akann jadi pimpinan perusahaan yang hebat. Ilmu usha bisa kamu cari. Kebaikan hati perlu diciptakan dan dibiasakan. Setinggi apapun usaha ini, sebanyak apapun keuntungan yang diperoleh, jangan pernah berhenti berbuat baik.Teruskan usaha Ayah dan Ibu.

Bimbali kembali menangis, kali ini sambil tersenyum.