Atri melirik
Heni heran. Beberapa hari terakhir Heni buru-buru pergi ke luar kelas usai bel
istirahat berbunyi. Tidak ada yang tahu ke mana Heni pergi. Heni tidak
ditemukan di manapun sepanjang jam istirahat. Tidak di kantin, tidak di perpustakaan,
tidak di toilet, juga tidak di ruang UKS sekolah.
“Heni sekarang
jadi jarang main sama kita, ya. Kalau jam istirahat dia pergi enggak tahu ke
mana,” keluh Atri pada Risa.
“Iya. Baru
saja aku mau tanya ke kamu,” jawab Risa.
“Kenapa ya...?”
“Kamu sudah
tanya Heni?”
“Bagaimana
bisa tanya. Dia langsung pergi waktu bel istirahat dan masuk ketika bel
berbunyi. Saat bel pulang juga dia buru-buru. Kamu tahu sendiri kan kalau
mengobrol di jam pelajaran akan ditegur,” keluh Atri.
“Coba nanti
kita tahan dulu sepulang sekolah, yuk!” ajak Risa.
***
Bel pulang sekolah
berdentang.
Heni cepat
memasukkan buku pelajaran dan alat tulisnya. Atri dan Risa saling lirik. Mereka
segera mendekati Heni yang baru saja berdiri sembari mencangklongkan tasnya.
“Heni mau ke mana,
kok buru-buru sekali?” tanya Risa.
“Hmm, aku mau
pergi ke toko hari ini,” jawab Heni.
“Wah, apa kami
boleh ikut?” tanya Atri antusias.
“Aku akan
pergi dengan kakakku naik motor. Kalau bertiga nanti tidak muat,” kata Heni
lagi.
“Oh, begitu
ya.... Baiklah,” ucap Atri kecewa.
“Heni kalau
jam istirahat sekarang ke mana sih? Kami ingin main bersama seperti biasanya
tapi kamu akhir-akhir ini cepat sekali ke luar kelas begitu bel istirahat
berbunyi,” tanya Risa.
“Iya, aku
tidak menemukanmu di mana-mana. Di kantin, di perpustakaan, di toilet, tidak
ada di manapun. Kamu ke mana kalau jam istriahat? Bolehkah kami tahu?” Atri
memperkuat kalimat Risa sebelumnya.
“Hmm aku...”
Heni terlihat gelisah. “Aku pamit dulu, ya. Kakakku pasti sudah menunggu.” Heni
bergegas keluar kelas. Atri dan Risa hanya menatap bingung punggungnya.
Keesokan
harinya, sama seperti hari-hari sebelumnya, Heni segera keluar kelas begitu bel
istirahat berbunyi. Bedanya, hari ini ia membawa tas kecil saat keluar kelas.
Risa dan Atri
kembali bertanya-tanya ke mana Heni pergi. Kini, main atau mengobrol saat jam
istirahat jadi kurang seru tanpa Heni. Ke mana Heni pergi?
“Atri gimana kalau
besok kita langsung ikuti Heni?” usul Risa.
“Kalau Heni
tahu, dia bakal marah nggak sama kita?” Atri ragu-ragu.
“Hmmm, aku
nggak tahu sih. Kalau begitu jangan sampai ketahuan Heni!”
“Oke deh kalau
begitu. Besok saat bel istirahat, langsung ikuti saja, ya.
Keesokan
harinya. Bel istirahat berbunyi. Seperti hari sebelumnya, Heni membawa tas
kecil dan bersegera keluar kelas. Tanpa dikomando, Atri dan Risa segera mengikuti
Heni. Mereka mengikuti dari jauh dengan sigap dan cekatan agar tak kehilangan
jejak Heni.
Heni pergi ke
belakang gedung sekolah, dekat tempat sampah dan pagar belakang yang berbatasan
dengan sungai. Jarang sekali ada siswa yang ke sana karena bau tempat sampah
belakang sekolah dan banyaknya nyamuk di sana. Atri dan Risa bertanya-tanya
dalam hati apa yang dilakukan Heni di sini.
“Pus...meong,”
Heni menirukan suara kucing. Ia berjalan ke sebuah kardus di belakang semak. Ia
berjongkok di sebelahnya lalu mengeluarkan isi tas kecil yang ditentengnya dari
kelas. Ia menuangkan sesuatu pada dua mangkuk yang ada di sana.
“Atri, kita ke
sana yuk. Aku jadi ingin lihat kucing yang ada di dalam sana. sepertinya lucu,”
bisik Risa.
“Hmm jangan
Ris. Nanti Heni bisa marah kalau kita ketahuan memata-matai dia,” ucapa Atri
ragu.
“Sepertinya
Heni hanya takut ketahuan sekolah deh kalau dia memelihara kucing di belakang
sekolah. Takut kucingnya dibuang mungkin.” Risa menebak-nebak. Di sekolah memang tidak ada hewan yang dipelihara dan ada
aturan tidak boleh membawa hewan peliharaan ke sekolah.
Tanpa sengaja,
kaki Risa menendang kaleng cat. Kaleng itu jatuh berkelontang dan bunyinya membuat
Heni kaget.
“Siapa itu?”
Heni menoleh kaget. Ia segera memasukkan anak-anak kucing yang telah ada di
luar ke dalam kardus. Ia juga memasukkan makanan kucing ke dalam tas yang
dibawanya. Heni takut sekali kalau petugas atau guru mengetahui kucing yag ia
piara di belakang sekolah akan membuangnya.
Risa memilih bicara.
“Ini aku dan Atri, Heni. Maafkan kami yang penasaran sampai mengikutimu di
sini.” Atri mengikuti dari belakang.
“Oh, syukurlah
kalau kalian,” Heni menghembuskan nafas lega.
“Aku takut kalau yang kemari petugas atau guru. Aku takut anak-anak
kucing ini nanti dibuang....”
“Kami juga
minta maaf kalau sampai mengikutimu diam-diam Heni. Kenapa kamu tidak cerita
saja kalau memelihara anak kucing di belakang sekolah?”
“Hmmm...” Heni
terlihat ragu-ragu. “Pertama, aku khawatir ketahuan banyak orang kalau aku
memelihara kucing di belakang sekolah, apalagi kalau ketahuan guru. Kedua, aku
tahu kalau Atri alergi bulu kucing. Aku jadi tidak tega kalau mengajak Atri ke
sini. Bisa-bisa dia...”
“Hachim!”
Suara bersin Atri memotong pembicaraan. Atri meringis. Risa ber-ooh panjang.
“Pantas saja
tadi kamu ragu-ragu mendekat ke Heni. Rupanya kamu alergi, Atri?”
Atri
mengangguk, “Iya Ris aku alergi....” Ia lalu bersin-bersin lagi.
“Ayo yuk
sekalian jalan ke kelas saja. Sebentar lagi bel masuk berbunyi,” ajak Heni.
Mereka beranjak ke ruang kelas meninggalkan halaman belakang sekolah.
“Tadi kamu
biang saja Tri kalau ada alergi. Kalau aku tahu aku tidak akan memaksa untuk
mendekat. Aku hanya ingin lihat anak-anak kucing itu,” kata Risa sedikit
menyesal.
“Iya Heni,
Risa. Maafkan aku, ya.”
“Aku punya
ide, kalau nanti kalian mau lihat anak kucingnya bisa sepulang sekolah.
sebelumnya kita beli masker dulu untuk Atri agar tidak bersin-bersin.”
“Waaah ide
bagus. Aku meskipun alergi sebenarnya suka kucing walaupun membuatku jadi
bersin-bersin. Sebenarnya tidak apa-apa, hanya mengganggu sedikit saja.”
Risa dan Atri
senang karena mereka pada akhirnya tidak bertanya-tanya lagi ke mana Heni
setiap jam istirahat. Heni pun turut senang karena kini ia bisa ditemani oleh
Risa dan Atri setiap memberi makan anak-anak kucing di belakang.
Karena udah kena spoiler ada kucing, jadinya gak bertanya-tanya apa yang dilakukan heni... Padahal cukup membuat penasaran... Pffftt
ReplyDeleteoverall bagus, mengalir hidup. 😬
Terima kasih Hilmy. Kalau ada saran atau kritik jangan sungkan ya. Ide baru juga boleeeh
DeleteFit. Kali ini i'm sorry to say.
ReplyDeleteAda something missing.
Heni keluar istirahat karena memelihara kucing.
Kalau heni buru buru pulangnya? Di situ tidak ada keterangannya padahal jadi 'pokok' juga.
“Bagaimana bisa tanya. Dia langsung pergi waktu bel istirahat dan masuk ketika bel berbunyi. Saat bel pulang juga dia buru-buru. Kamu tahu sendiri kan kalau mengobrol di jam pelajaran akan ditegur,” keluh Atri.
Terus, agak sayangnya karena disitu yang menjadi pokok juga adalah masalah "kucing". Tapi kucingnya malahan sama sekali tidak punya deskripsi.
Halo anak senja,
DeleteTerima kasih sarannya ya. I6a soal kucing belum banyak dieksplor. Pun soal ciri2 fisik atau apapun yang berkaitan.
Kalau soa pulang buru-buru sebenarnya alasannya sama, Heni pengen main lagi sama kucingnya. Khusus case yang sebelum pulang diajak ngobrol sama Risa dan Atri karena dia mau veli makanan kucing (besoknya di jam istirahat Heni keluar bawa tas kecil, nah itu isinya makanan kucig yang ia beli hari sebelumnya bersama kakaknya ceritanya).
Gimana-gimanaa?
Wow ternyata clue nya justru tas kecil ya. Niceee 👍
DeleteIyaa. Apakah kurang smooth? Atau ada saran lain biar pembaca ngeh sama cluenya?
DeleteFiiit, kalau aku kurang sreg nya waktu ketauan kalau Heni memelihara kucing. Aku sih merasa kurang klimaks aja gitu.
ReplyDelete“Pus...meong,” Heni menirukan suara kucing. Ia berjalan ke sebuah kardus di belakang semak. Ia berjongkok di sebelahnya lalu mengeluarkan isi tas kecil yang ditentengnya dari kelas. Ia menuangkan sesuatu pada dua mangkuk yang ada di sana.
“Atri, kita ke sana yuk. Aku jadi ingin lihat kucing yang ada di dalam sana. sepertinya lucu,” bisik Risa.
Di paragraf kedua nya, ketika Risa sama Astri akhirnya tahu kalau Heni memelihara kucing. Aku merasa kurang puas kalau Risa dan Astri respon nya cuman gitu aja.
Waaah noted syifaaa. Kepikirannya mereka gak nyangka dulu dan obrolin soal kucingnya ya? Sebenenrnya pas nulis itu tarik ulurnya ada di obrolan Risa sama Atri yang Atrinya nggak mau ke sana (karena sebenarnya dia alergi kucing). Apakah poin kamu lebih ke keterkejutan mereka karena nggak nyangka kalau Heni melihara hewaaan?
DeleteCeritanya udah okeee dan mengalir fiir
ReplyDeleteAlhamdulillah. Makasih syifaa
Delete